Kamis, 31 Maret 2011

perbaikan FH UNSRI

Diawali oleh orasi penyemangat dari Damar Aji Prasetya (angkatan 2007) dan Budi Rahmad (angkatan 2008) sebagai pembangkit semangat dari rekan-rekan mahasiswa FH UNSRI yang mengikuti aksi, dan dilanjutkan dengan pembacaan aspirasi yang dibacakan oleh Jhadi Wijaya (angkatan 2008). Adapun beberapa aspirasi tersebut sbb:
I. Bidang Pendidikan
a. Revitalisasi perpustakaan FH UNSRI, mencakup:
  • Peninjauan kembali permasalahan denda buku yang dinilai memberatkan mahasiswa dan berakibat pada minat mahasiswa dalam meminjam buku;
  • Pembaharuan serta penambahan buku-buku baru di perpustakaan;
  • Metode peminjaman yang perlu diperbaharui, mulai dari jangka waktu peminjaman, kualitas buku yang dapat dipinjam, dl
b. Dosen atau tenaga pengajar, meliputi:
  • Dosen-dosen senior yang harus lebih berperan aktif dalam kegiatan belajar-mengajar, tidak selalu dilimpahkan ke dosen muda atau asisten dosen;
  • Dosen-dosen muda harus lebih berkualitas dan mempunyai komitmen tinggi dalam perbaikan sistem pengajaran dan telah menyelesaikan strata 2;
  • Transparansi penilaian untuk menjamin keadilan mahasiswa dalam memperoleh hak-haknya dalam pendidikan;
  • Dosen harus datang tepat waktu dan lebih sering melakukan diskusi-diskusi dengan mahasiswa di luar jadwal mata kuliah yang telah diatur;
  • Metode pengajaran di kelas yang harus diperkaya seperti pola-pola diskusi di kelas demi menciptakan keaktifan mahasiswa.
c. Sub. Bagian Akademik, meliputi:
  • Perbaikan tenaga staf pada bagian akademik yang lebih kooperatif dengan mahasiswa;
  • Birokrasi yang harus lebi dipermudah;
  • Penyusunan jadwal kuliah yang harus lebih cermat (benturan antar mata kuliah harus diminimalisasi ataupun dihilangkan terlebih terlebih terhadap mata kuliah yang ada di luar fakultas).
d. Fasilitas Kampus, meliputi:
  • Ruang kuliah yang tidak nyaman;
  • penambahan tempat-tempat diskusi mahasiswa;
  • Ruang bagian program kekhususan yang harus diperbaiki, mulai dari ketersediaan tempatnya sampai fasilitas di dalamnya;
  • Perbaikan sistem penggunaan hotspot;
  • Tempat parkir khusus bagi mahasiswa di lingkup FH UNSRI.
e. lain-lain, meliputi:
  • Peninjauan kembali akan Surat Keputusan Dekan mengenai penentuan Program Kekhususan berdasarkan nilai;
  • Program Semester Pendek (SP) yang terlalu mahal, jangan membebankan mahasiswa.
II. Bidang Keuangan
  •  Penggunaan dana kegiatan mahasiswa sesuai yang telah tercantum dalam anggaran;
  • Transparansi keuangan kampus yang lebih ditingkatkan.
III. Bidang Kemahasiswaan, meliputi:
  • Figur Pembantu Dekan III yang lebih kooperatif dengan mahasiswa dan mengayomi mahasiswa;
  • Figur Pembantu Dekan III yang harus lebih mengerti permasalahan yang dihadapi mahasiswa;
  • Kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan ORMAWA harus didukung secara penuh;
  • Informasi yang berhubungan dengan kemahasiswaan harus lebih cepat dan mudah diakses oleh mahasiswa (Ex. Beasiswa);
  • Birokrasi dalam kemahasiswaan yang harus dipermudah, bukan dipersulit.
Itulah beberapa aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa, sebagai bentuk kepedulian terhadap perbaikan FH UNSRI

Pembantu Dekan Diminta Aspiratif

Sriwijaya Post - Senin, 28 Maret 2011 20:26 WIB
INDRALAYA, SRIPO -- Puluhan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri) melakukan aksi damai ke Dekanat FH seusai pemilihan Pembantu Dekan (PD) I, II dan III yang baru, Senin (28/3) pukul 13.10.
Selain mendesak pihak dekanat memperhatikan sistem pendidikan di FH, mahasiswa yang tergabung dari seluruh angkatan ini juga meminta fasilitas perkuliahan seperti soal denda pinjam buku dan jumlah buku di perpustakaan itu sendiri.
Kordinator Lapangan (Korlap), Budi Rahma didampingi orator, Damar Adjie dan pembaca tuntutan Jhadi Wijaya, kepada Sripo mengatakan aksi yang mereka lakukan sebatas aksi moral saja. Karena sedang dilakukan pemilihan Pembantu Dekan (PD) I, II dan III.
“Kami ingin para pembantu dekan yang terpilih nanti lebih aspiratif terhadap kepentingan mahasiswa, mulai dari masalah perkuliahan sampai soal peningkatan fasilitas di Fakultas Hukum,” ujar Jhadi Wijaya yang dibenarkan Damar Adjie.
Mahasiswa FH ini mengaku aksi yang mereka lakukan bukan dari BEM atau organisasi sekolah lainnya, tetapi murni aksi dari mahasiswa FH semua angkatan yang menginginkan PD baru terpilih mau mengakomodir aspirasi mahasiswa.
“Kami tidak ada kepentingan dengan pemilihan PD ini, siapa saja yang memenuhi persyaratan boleh menjadi PD, dan kami tidak mendukung calon manapun, yang kami inginkan hanya mengusung perubahan ke arah yang lebih baik dari para PD terpilih nanti,” papar Jhadi Wijaya.
Sementara itu, pada pemilihan Pembantu Dekan (PD) I, II dan III kemarin, langsung dipimpin Dekan Fakultas Hukum Prof Amzulian Rifai SH LLM PhD. Hasilnya PD I dijabat Fahmi Yoesmar AR SH MS, PD II Meria Utama SH LLM, dan PD III RM Ichan SH MH.
Prof Amzulian Rifai mengaku di Fakultas Hukum masih kekurangan dosen. Setiap tahun hanya dapat jatah merekrut dua orang dosen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sementara dosen senior yang pensiun lebih banyak.
“Dosen senior di Bukit Besar Palembang akan kita berdayakan untuk memberi kuliah di kampus Unsri Indralaya,” kata Prof Amzulian seraya menambahan, sejak menjadi Dekan Fakultas Hukum,
dia sudah banyak mengakomodir aspirasi mahasiswa, seperti pengadaan hot spot di FH dan gazebo mahasiswa untuk tempat duduk sekaligus diskusi dengan dosen. (trs)

Rabu, 30 Maret 2011

KONDISI KAMPUSKU


Pergerakan mahasiswa di dunia kampus ( UNSRI ) saat ini tergolong kondusip , aman dan nyaman. Kondisi tersebut yang terhitung dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun terakhir, diperoleh dari opini/penilaian para akhtivis ( mahasiswa organisasi ) kampus UNSRI sendiri. Dengan kondisi lapangan yang menuntut mahasiswa untuk selesai perkuliahan dalam waktu relative singkat merupakan salah satu faktor yang membuat bungkamnya pergerakan mahasiswa. Bagaimana tidak , dengan tuntutan tersebut pola pikir mahasiswa hanya tertuju pada kulia dan kulia. Mahasiswa menjadi apatis dalam bertindak. Mahasiswa lebih enggan dan takut untuk bergerak. permasalahan dan problema kampus yang ada di hiraukan begitu saja, walaupun terkadang itu membebani dan membuat mahasiswa pusing. Bahkan permasalahan tersebut terjadi secara terus menerus..
Di fakultas hukum ( UNSRI ) sendiri sebagai gambarannya. Berbagai problema dan permasalahan yang ada. Seperti penyusunan Kartu Rencana Study ( KRS ) mahasiswa yang mungkin kasarnya dikatakan “ KACAU”. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya jadwal mata kulia yang bertabrakan atau tumburan satu sama lainnya, terutama terhadap Mata Kulia Umum ( MKU ) yang di kelola oleh MPK dan Bahasa Inggris yang di kelola oleh pihak Lembaga Bahasa UNSRI. Seperti tidak adanya korelasi atau kerja sama antara fakultas hukum dengan MPK / LB. karena, seandainya kerja sama itu terlaksana ,tidaklah mungkin problema itu terjadi. Bahkan kejadian tersebut telah terjadi beberapa kali dalam beberapa waktu belakangan ini.
Dan seperti tidak pernah terjadi saja, manajement yang mengelolanya pun tidak mau ambil pusing untuk itu. bahkan tak jarang terjadi saling tuding atau saling menyalahkan apabila ada mahasiswa yang jadwalnya bertabrakan ingin mengusulkan perubahan jadwal. Pihak pengurus akademik fakultas hukum, menyalahkan pihak MPK atau LB, dan menyuruh pihak MPK atau LB untuk mengganti dan merubah jadwal yang telah MPK atau LB tetapkan, dengan alasan hanya satu mata kulia yang akan di emban di MPK dan LB,sedangkan di fakultas cukup banyak mata kulianya. Begitu juga halnya yang terjadi di MPK dan LB. kedua lembaga tersebut menuding dan menyuruh pihak fakultaslah untuk merombak jadwal mata kulia. Dengan alasan jadwal di kedua lembaga tersebut telah di keluarkan jauh lebih dulu.
Dengan kejadian tersebut tentunya membuat mahasiswa menjadi bingung. Bagaimana tidak, proses perkuliahan yang sudah begitu dekat, sementara jadwal yang akan di tempuh belum juga terselesaikan. Jadwal yang telah di tentukan ( dalam kelender akademik ) ternyata tidaklah menjadi patokan. Seperti baru-baru ini terjadi yakni jadwal yang semestinya di pergunakan untuk menyusun KRS ternyata belum bisa terlaksana di karenakan jadwal yang di tunggu belum keluar juga. Bahkan jadwal yang semestinya sudah menjadi proses perkuliahan, masih saja di pergunakan untuk penyusunan KRS. Dan terlebih lagi, masih adanya proses perubahan jadwal yang ada. Cukup membingungkan. Namun apa boleh buat itulah realita yang terjadi.

Dari kondisi tersebut pastilah membuat konsentrasi semangat belajar mahasiswa menjadi terganggu. Namun dari kondisi tersebut, mahasiswa sepertinya tidak mempedulikan itu. mungkin senang dengan sesuatu yang dapat membuatnya pusing. Entahlah yang jelas, dari permasalahan yang ada di fakultas hukum UNSRI ini, mahasiswanya tidak mempunyai respon untuk itu. karena takutkah ataupun tidak mau ambil pusing yang pasti kekritisan sebagai mahasiswa di tuntut dalam hal ini. Jangan sampai apa yang menjadi hak mahasiswa ( hak dengan keleluasannya dalam mengurus sesuatu ) di renggut dengan kesimpang siuran kondisi menajement akademik.
Badan Eksekutif Mahasiswa fakultas hukum ( BEM FH ) yang merupakan sebagai organisasi internal kampus ( tingkat fakultas ) semestinya melakukan suatu tindakan atau memperhatikan paling tidaknya terkait permasalahan dan problema fakultas yang ada. Karena BEM FH dalam hal ini sebagai wadah aspirasi atau fasilitator dari permaslahan dan problema mahasiswa/mahasiswi yang ada di Fakultas hukum. Dan sudah menjadi kewajibanlah untuk melakukan suatu tindakan terkait itu semua. Karena BEM sebagai organisasi internal tidak di tuntut PRAKMATIS. Harus memikirkan kondisi fakultas yang ada. Karena hal tersebut di atas merupakan salah satu dari berbagai permasalahan dan kejanggalan yang ada di fakultas hukum.
Untuk itu marilah kedepan kita emban bersama dan kita hadapi bersama permasalahan yang terjadi. Dan kita jadikan organisasi internal ( BEM FH ) menjadi sesuatu yang bisa bertindak ( TIDAK MATI SURI ) memperjuangkan dan menyelesaikan permasalahan yang ada. mari bergerak, bersatu, perjuangkan penuntasan permasalahan fakultas.karena sebagai mahasiswa ( pemuda ) sudah semestinya untuk bersikapdan berwatak SANG PEJUANG bukan menjadi APATIS dan PRAKMATIS. Dan itu semua bukan bearti tertuju pada anarki ( aksi ) belaka, sebagai intelektual kita mempunyai cara yang intelektual juga. Mahasiswa sebagai pemuda yang pernah mengukir sejarah gemilau dengan menumbangkan Rezim Soeharto dan dengan sumpah pemudanya yang menyatukan Indonesia. Bahkan sang proklamator kita Soekarno pernyata beropsi “ beri saya sepuluh pemuda, maka akan saya guncangkan dunia ini”. Mungkin sebagai mahasiswa kita sudah mengetahui itu. namun banyak di antara kita tidak mengambil arti dan kaedah dari istilah kata tersebut. Karena dari istilah kata yang di utarakan tersebut ,membuktikan betapa luar biasanya peran sosok pemuda. Mari kita jadikan sejarah sebagai pembelajaran dalam menyingkapi permasalahan dan problema yang ada.

Jumat, 25 Maret 2011

Pendidikan sebagai dasar utama membangun bangsa


Bercerita mengenai pendidikan tentu bukanlah suatu hal yang baru. Semenjak berdirinya Negara kesatuan repulik Indonesia secara de jure padatahun 1945, maka slogan pentingnyapendidikan pun semakin di gembar gemburkan oleh pemerintah dikalaitu. Dengan penuh kesadaran bahwa keterbelakangan akibat ketiadaan pendidikan bangsa Indonesia saat itu sehingga dengan begitu mudah dijajah oleh para penjajah. Mengingat pentingnya pendidikan sebagai dasar utama mengisi dan melanjukkan perjuanganbangsa Indonesia, maka point pendidikan pun semakin dikukuhkan didalam UUD 1945 sebagai dasar konstitusi yang hidup .
            Sebagaimana  yang tercantum dalam pasal  31ayat(1) UUD 1945, menyatakan bahwa” setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Pasal ini berimplikasi bahwa Negara sebagai pengurus (verzorgingsstaat) berkewajiban menyediakan dan memenuhi kebutuhan setiap warga Negaranya untuk mendapatkan suatu pendidikan. Tujuan utama dari pengaturan pasal ini adalah untuk melindungi hak sipil warga Negara yang berada di bawah garis kemiskinan. Sejalan dengan itu, Negara tidak hanya berkewajiban menyediakan sarana pendidikan akan tetapi dalam upaya peningkatan kualitas dunia pendidikan, maka Negara juga mempunyai kewajiban seutuhnya untuk menyediakan prasarana pendidikan. Penegasan ini termuat di dalam pasal  31 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi” Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan belanja Negara  serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi pendapatan kebutuhan penyelenggaraan nasional”.
            Dalam arti yang sederhana, Negara sebagai suatu entitasrepresentatif dari masyakat telah menjamin akan perlunya pendidikan sebagai salah satu tujuan dasar bahwa bangsa ini hanya akan dapat sejahtera dari segi pendidikan. Akan tetapi eksekutor yang di beri kewenangan oleh undang-undang belum juga dapat menjalankannya sesuai dengan apa yang termaktub dalam staatgrundgesetz tersebut.
            Universitas sebagai sebuah lembaga pendidikan tertinggi di Indonesia ,mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mengarahkan kemana arah nasib bangsa ini kedepan. Layaknya sebuah Negara, universitas perguruan tinggi diberikan kewenagan masing-masing untuk mengengola sendiri mulai dari system susunan kekuasaan sampai kepada atuarannya dalam rangka menjalankan amanat yang tertuang dalam dasar konstitusi bangsa ini.
            Tidak terkecuali dengan universitas sriwijaya sebagai suatu lembaga pendidikan sesuai dalam staatgrundgesetzkita yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menuju negara yang sejahtera, juga diberikan kewenangan oleh Negara untuk mengurusi sendiri demi kemajuannya.  Desentralisasi juga diberikan kepada tiap-tiap fakultas guna pengaturan nya dan untuk percepatan kemajuan sesuai dengan pola kebutuhan tiap-tiap fakultas. 
            Mengacu pada fakultas hokum UNSRI, ibarat mahasiswa sebagai rakyat dan seluruh pegawai sebagai pemerintah, layaknya seperti sebuah Negara hendaknya dapat berjalan dengan harmonis guna meningkatkan mutu pendidikan dan kesejahteraan mahasiswa. Sepertinya para pegawai  belumlah siap untuk membawa FH unsri lebih baik kedepan.
            Hal ini terlihat jelas dari berbagai aspek mulai dari minimya fasilitas untuk kegiatan pembelajaran akademik. Sangat ironis sebagai mahasiswa dalam satu ruangan terdiri dari 150 orang bahkan sampai 200 orang di karenakan ketiadaan fasilitas belum lagi kurangnya tenaga pengajar di tiap-tiap mata kuliah dan jurusan tertentu. Dan paling ironis lagi ketika telah diberikan kompensasi yang seharusnya mulai pemberian materi  jam.8.30, akan tetapi sebagian dari mereka masuk jam 09.00 WIB keatas bahkan dalam pula yang hanya memberikan materi dengan estimasi waktu mengajar Cuma tiga puluh menit untuk 2 sks, dengan dengan dalil karna jarak. Belum lagi pihak administrasi yang seolah-olah tidak mau belajar dari kesalahan. Jadwal roster (matakuliah) yang selalu benturan sehingga mengakibatkan proses pembelelajaran tidak berjalan dengan efektif dan tentu merugikan para mahasiswa dan juga dosen pengajar. Terlepas dari itu, kita juga perlu belajar dari  universitas lain terkait pengelolaan perpustakaan, Peminjaman buku hanya diperbolehkan tiga judul buku dalam waktu 3 hari dan hanya dapat diperpanjang tiga kali, ini tentu merugikan bagi para mahasiswa yang ingin menambah hazanah ilmu pengatahuannya .
            Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa Negara termasuk lingkungan universitas dan fakultashukum UNSRI mempunyai kewajiban dalam menjamin mutu pendidikan untuk kesejahteraan rakyat, maka dari itu tidak terlepas mahasiswa sebagai rakyat juga mempunyi kewajiban untuk menerima dan mengembangkan dunia pendidikan tersebut. Demi tercapainya tujuan bersama. Marilah berbenah menjadikan Negara ini berkualitas dan menjadikan FH UNSRI TERDEPAN DALAM MELAHIRKAN SOSOK PEMIMPIN SEBAGAI PENEGAK HUKUM DAN PEMBERI KEADILAN DI MASYARAKAT.
           








Pendidikan Hukum Indonesia Terkini


            Salah satu unsur yang membuat negeri ini maju adalah dengan majunya pendidikan di Negara yang bersangkutan, bisa kita lihat jepang yang tak lama ini mengalami musibah yang sangat besar yaitu tsunami dan gempa denga kekuatan 9 skala ricter, mereka sangat cepat dan tanggap dalam menghadapi masalahnya. Dan di Indonessia pun begitu juga ketika tahun 2006 terkena bencana yang tak kalah hebatnya dengan bencana yang ada di jepang Indonesia pun bisa menghadapinya.
            Begitupun dengan permasalahan dunia Hukum yang terjadi saat ini, banyak yang bertanya apa yang salah dengan hukum yang ada di Indonesia saat ini, seperti kasus korupsi yang ada saat ini tidak habis habisnya, ada dua yang menjadikan korupsi ini sulit diberantas :          
            Pertama, dari pelakunya sendiri yang memang memiliki niat yang buruk pada pekerjaannya. Kita tau bahwa pelaku korupsi ini jelas tidak sama dengan mencuri, yang mana jika seseorang tersebut mencuri karena keterpaksaannya untuk menghidupi keluarganya atau dirinya sendiri karena tidak bisa makan atau memenuhi kabutuhannya yang penting. Tetapi beda dengan korupsi, yang mana pelaku korupsi melakukan hal tersebut bukan karena untuk kebutuhan kehidupnnya sehari-hari, bukan untuk memikirkan makan untuk keluarganya, karena jelas hal itu sudah bisa ditutupi dengan penghasilan yang ada.  Tapi korupsi ini akibat keserakahan manusia untuk memenuhi kesenangannya belaka.
            Kedua, korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum, seperti Hakim, Jaksa, Polisi, Advokat. Oknum tersebutlah yang mengakibatkan banyaknya korupsi ini merajalela , karena mereka yang biasa menangani kasus korupsi dan mereka juga tidak kuat dengan godaan uang, pasti mereka juga akan melakukan tindakan yang sama, artinya oknum perjabat tersebut juga melakukan korupsi diatas korupsi.
            Jika kita tarik jalan lurusnya maka akan kita ketahui mengapa korupsi juga sangat dekat dengan penegak Hukum yang ada (Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara). Tetapi bisa kita perkecil lagi oknumnya kepada Jaksa dan Polisi, karena pada kasus Pidana yang biasanya terjadi dua lembaga inilah yang biasanya menangani dahulu permasalan yang ada. Karena pada tingkat penyidikan dan penyeledikan inilah waktu yang rawan untuk suatu kasus kasus yang ada,karena dalan tingkat penyidikan dan penyelidikan banyak ruang untuk melakukan  seperti loby pasal, suap, intervensi dan lain sebagainya.
            Dan tak kalah pentingnya ternyata pendidikan Hukum yang diterima oleh Lembaga Penegak Hukum yang ada kurang begitu mengikat pada kehidupannya sehari hari, terutama dalam menegakkan keadilan yang ada, yang menegakkan kebenaran yang semestinya.
            Adanya pendidikan Fakultas Hukum di Indonesia yang diharapkan bisa melahirkan pemuda generasi penerus bangsa yang diharapkan memperbaiki serta bisa mengubah sistem hukum yang ada saat ini denga hukum yang tidak hanya berasal dari belanda saja. Kita tahu bahwa pendidikan hukum yang ada tidak cukup dirasa untuk membekali pengetauan hukum bagi Sarjana Hukum dalam menerapkannya di masyarakat atau ketika menjadi Pejabat atau Penegak Hukum, sehingga terkadang apa yang dipelajari sewaktu dikampus dengan penerapannya yang ada dilapangan sangat berbeda.
            Pendidikan Fakultas Hukum inilah harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum kita memperbaiki permasalah hukum yang ada di Republik Indonesia tercinta. Terlebih dalam hal ini pendidikan Fakultas Hukum Unsri yang kita diami saat ini.

Senin, 21 Maret 2011

KONSTITUSIONALITAS PENDIDIKAN



Konstitusi Negara Republik Indonesia atau yang sering dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945 tentunya merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang memiliki kedudukan yang tertinggi seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang tertinggi, konstitusi Republik Indonesia juga mencakup norma dasar Negara yang tercantum di dalamnya yaitu Pancasila yang termaktub secara jelas pada alinea terakhir Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila sebagai grundnorm tentunya secara filosofis dijadikan sebagai dasar dalam setiap bentuk kegiatan penyelenggaraan Negara, baik dalam bidang ekonomi, sosial politik, hukum, budaya, dan lain-lain. Salah satu yang menjadi pokok bahasan tulisan ini adalah pendidikan, yang secara filosofis harus juga berdasarkan atas Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dalam Pancasila terkandung nilai-nilai dasar dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembangunan di Indonesia. Seperti contoh misalnya dalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, dimana dalam sila itu norma dasar mengajarkan bahwa pola penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus dibangun dalam kacamata keadilan, artinya pendidikan tidak mengenal status maupun jabatan, pendidikan adalah milik semua orang, tak ada satu orang pun boleh dibeda-bedakan untuk mengenyam pendidikan. Sebagai suatu bangunan fundamental, tentunya hal ini tak sekedar dijadikan utopia saja, tetapi harus tercermin dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara bukan hanya dalam tataran peraturan perundang-undangan akan tetapi lebih jauh harus menyentuh bagian dari setiap masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Pancasila mengajarkan suatu filsafat pendidikan bahwa pendidikan di Indonesia harus diselenggarakan secara berkeadilan.

Selanjutnya seperti yang dikemukakan diatas, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang tertinggi, artinya secara teori UUD 1945 merupakan sumber dan dasar bagi setiap bentuk peraturan perundang-undangan lain dibawahnya, seperti misalnya Undang-Undang, Perpu, PP, Perda, dan Perpres. Dengan adanya hal tersebut membawa suatu konsekuensi yuridis bahwa segala jenis peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan amanat yang dimaktubkan di dalam UUD 1945. Apalagi di dalam UUD 1945 juga terdapat Pembukaan UUD 1945 yang di dalamya tercantum tujuan bernegara yang harus dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sesuai esensi dari tujuan maka setiap penyelenggaraan kehidupan bernegara harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan Negara yang harus dicapai dalam Pemerintahan Negara Indonesia, tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan: “Kemudian daripada itu untuk memebentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,……”
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada 4 tujuan bernegara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjaga ketertiban dunia. Dalam hubungannya dengan topic ini, maka founding fathers mengamanatkan bahwa Negara harus mencerdaskan kehidupan bangsanya, dimana untuk mecerdaskan kehidupan bangsa, maka Negara harus menciptakan suatu penyelenggaraan pendidikan yang baik dan adil bagi setiap rakyatnya karena dengan adanya pendidikan yang baik dan adil, masyarakat Indonesia akan menjadi kaya akan ilmu pengetahuan dan akan membantu dalam penciptaan tujuan tersebut. Sehingga dalam tataran konstitusionalitas mengamanatkan bahwa pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan bernegara yang tercantum di dalam konstitusi.

Selanjutnya konstitusi Republik Indonesia tidak melihat bahwa permasalahan pendidikan hanya cukup diatur dalam Pancasila maupun tujuan bernegara saja atau dapat dikatakan hanya dalam Pembukaan UUD 1945 saja, akan tetapi harus lebih rinci diatur dalam batang tubuh dari Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Oleh karena itu dalam konstitusi Republik Indonesia ada beberapa pasal yang menjadi roh dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dimulai dari pasal 28C ayat (1), yang menyatakan: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Dalam pasal ini secara jelas UUD 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, tidak boleh ada bentuk diskriminasi terhadap seorang warga Negara dalam mendapatkan pendidikan, karena pendidikan merupakan hak asasi yang hakiki yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang. Karena dengan adanya pendidikan ada suatu jaminan bahwa setiap orang tersebut dapat mengembangkan dirinya guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

 Sehingga dapat ditarik suatu asumsi bahwa pendidikan adalah hak setiap orang atau warga Negara. Oleh karena itu, Negara dalam hal ini mempunyai tugas penting untuk merancang suatu konstalasi pendidikan yang baik guna pemenuhan dari hak memperoleh pendidikan tersebut. Dimana dalam pelaksanaan tugas tersebut, konstitusi juga mengamanatkan tugas tersebut dengan mencantumkan di dalam pasal lainnya dalam konstitusi, dengan harapan agar kewajiban tersebut juga diejawantahkan dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pasal 31 UUD 1945 secara khusus mengatur mengenai hal tersebut, dimana ada beberapa poin yang harus dilakukan oleh pemerintah atau Negara yaitu: pertama, setiap warga Negara harus mendapatkan pendidikan, kedua, setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, ketiga, pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, keempat, Negara wajib memprioritaskan anggaran  pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN, kelima, pemerintah wajib memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Dari kelima kewajiban di atas sudah seyogyanya pemerintah sebagai wakil rakyat harus selalu memenuhi kewajibannya tersebut, bukan hanya sekedar dijadikan jargon saja. Konstitusi menuntut agar Negara harus selalu fokus terhadap pemenuhan pendidikan di Indonesia demi mencapai tujuan bernegara dan hal tersebut merupakan kewajiban yang tidak boleh tidak harus diimplementasikan.

Pada poin terakhir ingin dikemukakan bahwa konstitusi Republik Indonesia mulai dari Pancasila dan tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal dalam batang tubuh UUD 1945, dapat dikatakan sudah cukup baik dalam mengatur aspek pendidikan di Indonesia dimana pendidikan menjadi suatu poin yang sangat penting dalam mencapai suatu kesejahteraan bangsa, karena dengan bekal ilmu pengetahuan yang baik, setiap warga Negara dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuannya tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi tak cukup hanya pada tahap konstitusionalitas pendidikan saja, yang terpenting adalah bagaimana langkah pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan guna memenuhi kewajibannya tersebut. Sehingga tak cukup hanya peran pemerintah saja, akan tetapi peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam mendukung dan mengawasi jalannya penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah.

Salam Pro Mahasiswa Keadilan !.

Jumat, 18 Maret 2011